Beberapa hari silam diberitakan salah seorang Kapolsek di wilayah Bandung dibacok di tempat karaoke, juga di Klaten, Jawa Tengah Polisi menggerebek pesta miras di salah satu tempat karaoke, tidak ketinggalan Band Radja meng-somasi beberapa tempat karaoke berkaitan dengan hak cipta.
Kesemuanya itu terjadi di awal-awal tahun 2014, dan untuk sebelumnya? Tentu banyak isu atau berita negatif tentang tempat karaoke yang telah diberitakan atau tersebar di masyarakat, namun apakah karaoke merupakan sumber maksiat?
Karaoke itu sendiri merupakan sebuah hiburan menyanyi yang atraktif. Jika anda bukan penyanyi atau memiliki suara yang bisa menyakitkan telinga, dengan berkaraoke seolah menjadikan anda seorang penyanyi top yang diiringi dengan musik dan mahir membawakan lirik lagu dengan benar karena dipandu lewat layar monitor.
Selain itu, bernyanyi merupakan hiburan pertama yang dianugerahi oleh Tuhan untuk manusia dan akan terus diminati manusia sepanjang peradabannya. Ingatlah sewaktu masa kecil, sang ibu bersenandung untuk meninabobokan si bayi, meski pun tidak dengan suara merdu. Hampir seluruh manusia pernah bernyanyi, entah itu untuk dirinya sendiri maupun untuk menghibur orang lain.
Bernyanyi bisa menghibur diri bahkan menurut penelitian dengan bernyanyi dapat sebagai “obat” antidepresan layaknya orang melakukan yoga, juga bisa sebagai psikoterapi dan rileksasi. Penyanyi profesional selain berguna bagi dirinya juga bermanfaat bagi orang banyak dengan lantunan suara yang merdu. Tidak jarang sebuah nyanyian bisa menghipnotis, menyemangati, memberi inspirasi orang.
Karaoke sebuah Gaya Bernyanyi
Karaoke merupakan sebuah gaya bernyanyi populer di Jepang pada 1970-an. Kata karaoke (dari bahasa Jepang ) merupakan kata majemuk: “kara” yang berarti “kosong” dan “oke” yang merupakan singkatan dari ‘orkestra’. Karena kata karaoke menggunakan bahasa asing (Inggris) dan Jepang, maka ditulis bukan huruf kanji yang dapat diartikan sebuah musik orkestra yang kosong atau tidak dilengkapi dengan suara vokal (minus one). Nah dengan karaoke, suara kita bisa menggantikan suara asli penyanyi dari sebuah lagu.
Booming Karaoke di Indonesia terjadi sekitar tahun 90-an. Aneka barang elektronik yang dapat memainkan musik karaoke mulai banyak dipasarkan. Lomba karaoke pun mulai marak dari tingkat Nasional sampai tingkat RT. Karaoke membuat praktis orang untuk bernyanyi dengan iringan musik. Tanpa perlu grup band apalagi orkestra, kita dapat bernyanyi layaknya konser.
Peluang ini ditangkap oleh beberapa pengusaha dengan mendirikan tempat karaoke sebagai tempat bernyanyi yang preventif dengan alat-alat karaoke yang baik. Meskipun berkaraoke dapat dilakukan dimana saja asal ada peralatan pendukung. Bahkan kini handset pun bisa dipakai berkaraoke.
Namun bagi yang ingin merasakan kepuasan menyanyi karaoke, tempat yang khusus untuk berkaraoke adalah yang ideal. Di Filipina pernah terjadi pembunuhan gara-gara terganggu akibat karaoke, saya pun pernah merasakan gangguan akibat tetangga saya berkaraoke hampir tak mengenal waktu (disamping nyaring, suaranya pun fals)
Isu Negatif Tempat Karaoke
Dulu, ketika saya masih bujang dan bekerja di Bandung, sering berkunjung ke tempat karaoke. Hampir semua rumah karaoke di Bandung saya kunjungi untuk sekedar menghibur diri, cari yang hall, duduk di pojok sambil menyeruput secangkir kopi mendengarkan suara-suara fals silih berganti, dan saya pun tersenyum.
Sama dengan tempat pijat yang juga banyak isu negatifnya. Biasanya yang negatif-negatif itu pake tambahan plus dibelakangnya, menjadi karaoke plus-plus dan pijat plus-plus. 🙂
tempat hiburan apalagi yang bukanya sampai malam pasti konotasinya negatif